Batu empedu merupakan penyebab rawat
inap yang paling utama di antara semua penyakit gastrointestinal di Amerika
Serikat.1 Mayoritas (> 80%) batu empedu bersifat
asimtomatik yakni pengidapnya bebas dari nyeri bilier atau komplikasi batu
empedu.2,3 Setiap tahun, dianggarkan 700,000 kolesistektomi
dilakukan di Amerika sehingga penyakit batu empedu disebut sebagai kelainan
gastrointestinal yang menelan biaya paling tinggi setelah penyakit refluks
gastroesofageal.3,4,5,6
Prevalensi dan Insidens
Batu empedu ditemukan pada sekitar
10-20% daripada populasi dewasa negara maju.1-3 Batu empedu
merupakan penyakit yang melibatkan semua kelompok umur.7 Batu
empedu sekitar 2 kali lipat lebih sering pada wanita dibanding pria untuk semua
kelompok umur.1
Insidens batu empedu lebih sulit
untuk ditentukan dibanding tingkat prevalensi. Namun penelitian paling besar
yang menggunakan populasi Denmark menunjukkan tingkat insidens batu empedu
selama 5 tahun untuk pria pada umur 30, 40, 50 dan 60 tahun masing-masing
merupakan 0.3%, 2.9%, 2.5% dan 3.3%, sementara untuk wanita merupakan 1.4%,
3.6%, 3.1% dan 3.7%. Tingkat insidens yang dilaporkan ini dikatakan berkorelasi
dengan tingkat insidens yang diproyeksi untuk populasi lain berdasarkan data
prevalensi populasi masing-masing.1
Faktor Resiko
Dalam satu populasi tertentu, batu
empedu terjadi secara sporadik tetapi tidak secara acak (random).1
Berikut merupakan faktor resiko yang berpredisposisi terhadap perkembangan batu
empedu:
A Etnis-Geografis
Populasi etnis tertentu seperti
orang asli Amerika suku Pima mempunyai tingkat prevalensi yang sangat tinggi
dengan batu empedu terjadi pada 70% wanita di atas 25 tahun dan 70% laki-laki
berusia 60 tahun.1,2,5,6 Orang Masai di Kenya sebaliknya
tidak ditemukan mengidap batu empedu.8Secara geografis, batu
kolesterol lebih prevalen di negara maju (khususnya negara barat) tetapi kurang
ditemukan di negara berkembang di luar benua barat.2 Sebaliknya,
batu berpigmen merupakan tipe batu empedu yang lebih prevalen di benua timur.1,2
B. Umur dan jenis kelamin
Semakin meningkat usia, prevalensi
batu empedu semakin tinggi.1,2 Hal ini disebabkan:1
i.
batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
ii.
meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya
usia.
iii. empedu menjadi
semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
Dari segi jenis kelamin, mayoritas
penelitian menunjukkan tingkat insidens batu empedu pada wanita sekitar 2-3
kali lipat lebih tinggi dibanding pria.1,2 Kecenderungan ini
menetap sampai dekade kelima, namun setelah itu tingkat insidens ditemukan
hampir setara antara kedua kelamin.1
C. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko
yang sudah lama diketahui terkait dengan batu empedu.1,6,7,8
Pada penelitian prospektif pada wanita obese telah didapatkan hubungan linear
antara nilai indeks massa tubuh (BMI) dengan insidens kolelitiasis.1,2
Pada penelitian tersebut, wanita dengan BMI paling tinggi (>45 kg/m2)
didapatkan 7 kali lipat lebih cenderung untuk mengalami batu empedu dibanding
kontrol non-obese. Hubungan BMI dengan predisposisi perkembangan batu empedu
turut didapatkan pada pria walaupun hubungan ini tidak sekuat pada wanita
obese.1
D. Penurunan berat badan mendadak
(Rapid weight loss)
Batu empedu didapatkan pada 25%
individu obese yang dibatasi diet secara ketat. Selain itu, batu empedu
didapatkan pada 50% penderita dengan gastric bypass dalam waktu 6 bulan
pasca operasi. Penelitian epidemiologik turut menemukan peningkatan resiko
untuk mengalami batu empedu pada individu yang mengikuti regimen pelangsingan
badan.1
E. Nutrisi parenteral total (TPN)
Penelitian menunjukkan perkembangan
batu empedu pada 45% dewasa dan 43% anak setelah diberikan TPN selama 3-4
bulan.1 Selain itu, didapatkan deteksi dini kejadian
pembentukan lumpur empedu (biliary sludge) dalam waktu 3 minggu pasca pemberian
TPN.1,4
F. Kehamilan dan paritas
Individu hamil cenderung mengalami
batu empedu karena empedu menjadi lebih litogenik selama kehamilan.1,5
Diduga hal ini karena meningkatnya kadar estrogen tubuh. Namun demikian, batu
empedu mengalami disolusi spontan pada 20-30% wanita hamil dalam periode pasca
partus.1
G. Obat
Berbagai obat dikaitkan dengan
resiko perkembangan batu empedu seperti estrogen, clofibrate,
ceftriakson, oktreotida dan lain-lain. Wanita yang diterapi dengan estrogen
terkonjugat (misalnya dalam terapi penggantian hormon pada menopause) mempunyai
2 kali lipat resiko untuk mengalami batu empedu.1,2
Kontrasepsi oral mengandung komponen estrogen yang turut meningkatkan resiko
batu empedu namun kontrasepsi oral baru dengan dosis estrogen yang rendah tidak
mempengaruhi resiko batu empedu.1,5
H. Diet dan profil lipid
Individu dengan hipertrigliseridemia
dan tingkat kolesterol HDL dalam serum yang rendah cenderung beresiko tinggi
untuk mengalami batu empedu.1,4,5 Dari segi diet, belum
didapatkan bukti pasti kecuali ada penemuan yang menghubungkan asupan gula pasir
dengan batu empedu.1 Diet tinggi kolesterol terbukti
merangsang litogenesis empedu pada individu dengan penyakit batu empedu tetapi
tidak mempengaruhi resiko perkembangan batu pada individu sehat.1,3
I. Kelainan atau penyakit sistemik
Untuk batu berpigmen, faktor
resikonya meliputi kelainan yang menyebabkan peningkatan kadar bilirubin tak
terkonjugat dalam empedu seperti sindroma hemolitk, disfungsi usus berat (atau bypass)
dan kontaminasi bakteri di traktus bilier.1,2 Kelainan
sistemik seperti diabetes, penyakit usus (misalnya penyakit Crohn) dan trauma
medula spinalis terkait dengan resiko batu empedu yang lebih tinggi.1
J. Faktor genetik
Individu dengan riwayat keluarga
batu empedu mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami batu empedu.1,2
First degree relative untuk penderita kasus indeks mempunyai resiko
4-5 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami batu empedu.1
Berbagai kelainan kongenital yang
berefek menimbulkan gangguan sintesis dan sekresi garam empedu atau menyebabkan
peningkatan kolesterol serum dan bilier seperti defek pada reseptor lipoprotein
pada sindroma hiperlipidemia turut merupakan faktor resiko terjadinya
pembentukan batu empedu.2 Penelitian pada hewan mendukung
adanya faktor kerentanan genetik yang berpredisposisi terhadap perkembangan
batu empedu khususnya yang terkait dengan gangguan protein pengangkut yang
berperan dalam sekresi bilier ke dalam kantung empedu.1,2
Anatomi Sistem Empedu
Makroskopis
Anatomi sistem empedu terdiri atas
sistim saluran dan duktus yang berperan dalam pengumpulan dan penyaluran empedu
dari parenkima hati sampai sekresi empedu di duodenum. Umumnya, sistem empedu
terbagi atas sistem duktus empedu dan kantung empedu (Diagram 1).8,9
I. Sistem duktus empedu
Sistem duktus empedu terdiri atas
sistem duktus empedu intrahepatik dan ekstrahepatik. Duktus empedu intrahepatik
terbentuk dari drainase struktur kanalikuli empedu hati yang bergabung dan
membentuk duktus empedu segmental. Setiap sektor hati didrainase oleh satu
duktus segmental utama di mana duktus sektoral anterior dan posterior pada
lobus kanan akan bergabung membentuk duktus hepatis kanan sementara duktus
segmental medial dan lateral pda lobus kiri bermuara membentuk duktus hepatis
kiri.8
Duktus empedu ekstrahepatik berasal
dari duktus hepatis dan berujung di stoma duktus empedu communicans di
duodenum. Duktus hepatis kiri lebih panjang dibanding yang kanan. Kedua-dua
duktus hepatis kanan dan kiri bermuara membentuk duktus hepatis communicans
dengan panjang berukuran 3-4 cm. Duktus hepatis communicans kemudian bergabung
dengan duktus sistikus membentuk duktus choledochus. Panjang duktus choledochus
dianggarkan sekitar 8-11,5 cm dan diameter 6-10 mm. Bagian 1/3 superior duktus
choledochus terletak pada ujung bebas omentum minor di sisi kanan arteri hepatis
anterior daripada vena portal. Bagian 1/3 tengah duktus melengkung ke arah
kanan di belakang segmen pertama duodenum. Bagian 1/3 inferior duktus
melengkung ke arah kanan di belakang caput pankreas sebelum bermuara ke dalam
duodenum pada ampula hepatopankreatik (ampula Vater). Lazimnya, duktus pankreas
turut ikut bermuara bersama dengan duktus choledochus di ampula Vater.8
II. Kantung empedu
Kantung empedu merupakan struktur
berbentuk buah pear yang merupakan divertikulum berujung buntu terikat
kepada duktus empedu communicans oleh duktus sistikus. Kantung empedu
memiliki kapasitas rata-rata 50 ml (pada orang dewasa) dan terbagi atas 4
bagian anatomis utama yaitu: fundus, corpus, infundibulum dan leher.8,9
Fundus merupakan struktur bulat yang merupakan ujung buntu kantung dan
mengandung jaringan otot licin dibanding corpus yang merupakan area cadangan
utama yang menyimpan empedu serta mengandung jaringan elastik. Corpus menyempit
membentuk leher kantung yang berbentuk corong dan berhubungan dengan duktus sistikus.
Leher kantung biasanya melengkung dengan konveksitas yang membentuk dilatasi
dikenal sebagai infundibulum kantung atau kantung Hartmann (Hartmann’s pouch).8
Vaskularisasi dan Drainase Limfatik
Vaskularisasi utama berasal dari
arteri sistikus yang berasal dari arteri hepatis kanan di belakang duktus
sistikus dengan diameter 2 mm dan bercabang di permukaan peritoneum
kantung empedu. Drainase vena terjadi melalui vena-vena kecil yang bermuara ke
dalam hati dan vena sistikus yang besar bermuara ke dalam vena portal. Drainase
limfatik terjadi secara langsung dari kantung empedu ke dalam hati
menerusi beberapa nodus limfatik di sepanjang permukaan vena portal. Beberapa
saluran limfatik pada aspek hepatis kantung empedu berhubungan dengan saluran
limfatik intrahepatis. Saluran limfatik lain yang sisa bermuara ke dalam nodus
sistikus yang biasanya terletak di atas duktus sistikus. Umumnya, drainase
limfatik di bagian atas duktus empedu communicans bermuara ke dalam nodus
hepatis pada porta hepatis. Drainase limfatik pada bagian bawah duktus empedu
bermuara di nodus hepatik inferior dan nodus pankreatikosplenik superior.9
Inervasi
Kantung empedu dan duktus empedu
ekstrahepatis diinervasi oleh cabang dari pleksus hepatik yang berasal dari
pleksus celiac.8,9 Bagian retroduodenum duktus empedu
communicans dipersarafi oleh cabang pylorik dari nervus vagus yang turut
menginervasi otot licin ampula hepatopankreatik.9
Fisiologi Empedu
Pembentukan empedu
Dewasa normal memproduksi sekitar
250-1000ml empedu sehari. Pembentukan empedu merupakan satu proses aktif yang
terjadi di hepatosit dan bergantung pada suplai oksigen. Sekresi empedu
tergantung kontrol neurogenik, hormonal dan kimiawi. Stimulasi vagus
meningkatkan sekresi sementara stimulasi saraf splanknik mengurangi sekresi.
Sekresi hormon sekretin dari duodenum akibat rangsangan produk lambung seperti
asam lambung, hasil pencernaan lambung (protein dan asam lemak) merangsang
sekresi empedu. Transpor asam empedu dari hepatosit ke dalam kanalikuli merupakan
satu proses aktif yang menimbulkan gradien osmotik yang turut menfasilitasi
difusi air ke dalam kanalikuli.8
Komposisi empedu
Komposisi utama empedu terdiri atas
air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid dan pigmen empedu. Empedu
mempunyai kandungan natrium, kalium, kalsium dan klorida yang sama dengan
plasma. pH empedu biasanya netral atau sedikit alkali. Kandungan lipid
utama terdiri atas kolesterol dan fosfolipid. Sintesis kolesterol dan
fosfolipid dikawal oleh kadar asam empedu di mana asam empedu menghambat proses
sintesis komponen lipid tersebut. Asam empedu utama merupakan asam deoksikolat
dan asam kolat yang disintesis dari kolesterol dalam hati. Asam empedu biasanya
terkonjugasi dengan taurin dan glisin serta berperan sebagai anion yang diseimbangkan
oleh natrium. Konsentrasi garam empedu dianggarkan sekitar 10-20 mEq/L. Warna
empedu tersekresi terkait dengan pigmen bilirubin diglukuronida yang merupakan
produk metabolik hemoglobin dan berada pada konsentrasi 100 kali lipat lebih
tinggi dibanding kadar dalam plasma darah.8
Sekresi empedu
Sekresi empedu ke dalam duodenum
melibatkan kontraksi terkoordinir kantung empedu dan relaksasi sfingter Oddi.
Walaupun kontraksi kantung empedu bersifat ritmik sekitar 2-6 kali per menit
namun terdapat aliran empedu ke dalam duodenum merupakan proses yang terjadi
secara kontinyu. Evakuasi kantung empedu merupakan respon terhadap ingesti
makanan dan sekresi kolesistokinin (CCK) duodenum. Nervus vagus menstimulasi
kontraksi empedu sementara nervus splanknik menghambat kontraksi tersebut.8
Empedu yang tersekresi ke dalam
duodenum, hampir 80% kandungan garam empedu akan terabsorpsi di ileum terminal
sementara sisanya mengalami dekonjugasi oleh aktivitas bakteri dan diabsorpsi
di kolon. Di akhir proses absorpsi, hampir 95% garam empedu terabsorpsi dan
kembali ke dalam hati menerusi sistem vena portal. Sisa 5% akan terekskresi
dalam tinja. Fenomena ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik garam empedu
dan merupakan mekanisme umpan balik negatif sintesis garam empedu di hati.8
Klasifikasi Batu Empedu
Bahan dasar utama yang membentuk
batu empedu terdiri atas kolesterol, pigmen empedu dan kalsium. Komponen lain
yang turut dapat ditemukan pada batu termasuk besi, fosforus, karbonat,
protein, karbohidrat, mukus dan debris selular.8
Secara umum, batu empedu dikategori
bedasarkan komposisi yang dikandung kepada dua kelompok utama :1,2,3,4,5,6,8
1. Batu
kolesterol yang terbagi atas batu kolesterol murni dan batu kolesterol
campuran.
2.
Batu berpigmen yang terbagi atas batu berpigmen hitam dan batu berpigmen
coklat.
1. Batu Kolesterol
Batu kolesterol merupakan batu
empedu yang paling umum, yaitu sekitar 70-90% dari semua kasus batu empedu.1,5,6
Batu kolesterol merupakan tipe batu yang hanya mengandung kolesterol atau
dengan kolesterol sebagai komponen utamanya. Batu kolesterol murni lazimnya
besar, cenderung soliter, berbentuk oval atau bulat dengan permukaan kasar
bernodular dan tampak kuning keputihan.1,2,7,8 Pada
pemeriksaan mikroskopik, batu kolesterol murni tampak terdiri atas banyak
kristal kolesterol monohidrat terikat oleh matriks glikoprotein musin dengan
teras berwarna hitam yang terdiri atas kompleks garam kalsium-bilirubin tak
terkonjugat.1
Batu kolesterol campuran merupakan
tipe batu yang mengandung >50% kolesterol dan lebih sering ditemukan
dibanding batu kolesterol murni. Batu kolesterol campuran cenderung lebih kecil
dibanding batu kolesterol dan lazimnya bersifat multiple.1,2
2. Batu Berpigmen
10-25% kasus batu empedu di Amerika
terdiri atas batu berpigmen. Di benua Asia, angka kejadian batu berpigmen lebih
tinggi dibanding Amerika mengingat batu berpigmen cenderung ditemukan di luar
populasi negara barat. Bahan dasar pigmen yang didapatkan pada batu berpigmen
merupakan hasil daripada presipitasi bilirubin.1
2.1 Batu berpigmen hitam
Batu berpigmen hitam dapat berupa
garam kalsium bilirubinat murni atau kompleks yang mirip polimer berupa
campuran kalsium dan kuprum dengan glikoprotein musin yang banyak.1
Biasanya batu tidak berada dalam komposisi kristal yang reguler dan tampak
licin berkilat.1,8 Batu bepigmen hitam sering ditemukan dalam
kantung empedu steril terutamanya pada penderita sirosis atau keadaan hemolitik
kronis.1,2,8
Batu berpigmen hitam terbentuk di
kantung empedu akibat produksi berlebihan bilirubin tak terkonjugat yang
selanjutnya termendak sebagai kalsium bilirubinat menjadi batu.1,8
Oleh demikian, batu berpigmen hitam biasanya terkait dengan keadaan hemolitik
kronis (seperti thalasemia-beta, sferositosis herediter, hemoglobinopati sel sabit),
sirosis dan pankreatitis.1,4,8 Pada pasien sirosis, semakin
lanjut stadium penyakitnya, maka semakin tinggi resiko kejadian batu berpigmen
hitam.1
2.2 Batu berpigmen coklat
Batu berpigmen coklat terdiri atas
kompleks garam kalsium-bilirubin tak terkonjugat bercampur dengan kolesterol
dan protein.1 Batu tipe ini cenderung terkait dengan infeksi
traktus bilier (penyebab batu primer dan sekunder intra dan ekstrahepatik),1,2
hingga lebih cenderung didapatkan pada daerah dengan prevalensi infeksi bilier
yang tinggi.1 Hampir semua kasus batu berpigmen coklat
terkait dengan kolonisasi organisme enterik pada empedu dengan kejadian
kolangitis asendens.1