Jumat, 21 Juni 2013

Batu Empedu

Batu empedu merupakan penyebab rawat inap yang paling utama di antara semua penyakit gastrointestinal di Amerika Serikat.1 Mayoritas (> 80%) batu empedu bersifat asimtomatik yakni pengidapnya bebas dari nyeri bilier atau komplikasi batu empedu.2,3 Setiap tahun, dianggarkan 700,000 kolesistektomi dilakukan di Amerika sehingga penyakit batu empedu disebut sebagai kelainan gastrointestinal yang menelan biaya paling tinggi setelah penyakit refluks gastroesofageal.3,4,5,6
Prevalensi dan Insidens
Batu empedu ditemukan pada sekitar 10-20% daripada populasi dewasa negara maju.1-3 Batu empedu merupakan penyakit yang melibatkan semua kelompok umur.7 Batu empedu sekitar 2 kali lipat lebih sering pada wanita dibanding pria untuk semua kelompok umur.1
Insidens batu empedu lebih sulit untuk ditentukan dibanding tingkat prevalensi. Namun penelitian paling besar yang menggunakan populasi Denmark menunjukkan tingkat insidens batu empedu selama 5 tahun untuk pria pada umur 30, 40, 50 dan 60 tahun masing-masing merupakan 0.3%, 2.9%, 2.5% dan 3.3%, sementara untuk wanita merupakan 1.4%, 3.6%, 3.1% dan 3.7%. Tingkat insidens yang dilaporkan ini dikatakan berkorelasi dengan tingkat insidens yang diproyeksi untuk populasi lain berdasarkan data prevalensi populasi masing-masing.1
Faktor Resiko
Dalam satu populasi tertentu, batu empedu terjadi secara sporadik tetapi tidak secara acak (random).1 Berikut merupakan faktor resiko yang berpredisposisi terhadap perkembangan batu empedu:
A Etnis-Geografis
Populasi etnis tertentu seperti orang asli Amerika suku Pima mempunyai tingkat prevalensi yang sangat tinggi dengan batu empedu terjadi pada 70% wanita di atas 25 tahun dan 70% laki-laki berusia 60 tahun.1,2,5,6 Orang Masai di Kenya sebaliknya tidak ditemukan mengidap batu empedu.8Secara geografis, batu kolesterol lebih prevalen di negara maju (khususnya negara barat) tetapi kurang ditemukan di negara berkembang di luar benua barat.2 Sebaliknya, batu berpigmen merupakan tipe batu empedu yang lebih prevalen di benua timur.1,2
B. Umur dan jenis kelamin
Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi.1,2 Hal ini disebabkan:1
i.       batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
ii.      meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.
iii.    empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
Dari segi jenis kelamin, mayoritas penelitian menunjukkan tingkat insidens batu empedu pada wanita sekitar 2-3 kali lipat lebih tinggi dibanding pria.1,2 Kecenderungan ini menetap sampai dekade kelima, namun setelah itu tingkat insidens ditemukan hampir setara antara kedua kelamin.1
C. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko yang sudah lama diketahui terkait dengan batu empedu.1,6,7,8 Pada penelitian prospektif pada wanita obese telah didapatkan hubungan linear antara nilai indeks massa tubuh (BMI) dengan insidens kolelitiasis.1,2 Pada penelitian tersebut, wanita dengan BMI paling tinggi (>45 kg/m2) didapatkan 7 kali lipat lebih cenderung untuk mengalami batu empedu dibanding kontrol non-obese. Hubungan BMI dengan predisposisi perkembangan batu empedu turut didapatkan pada pria walaupun hubungan ini tidak sekuat pada wanita obese.1
D. Penurunan berat badan mendadak (Rapid weight loss)
Batu empedu didapatkan pada 25% individu obese yang dibatasi diet secara ketat. Selain itu, batu empedu didapatkan pada 50% penderita dengan gastric bypass dalam waktu 6 bulan pasca operasi. Penelitian epidemiologik turut menemukan peningkatan resiko untuk mengalami batu empedu pada individu yang mengikuti regimen pelangsingan badan.1
E. Nutrisi parenteral total (TPN)
Penelitian menunjukkan perkembangan batu empedu pada 45% dewasa dan 43% anak setelah diberikan TPN selama 3-4 bulan.1 Selain itu, didapatkan deteksi dini kejadian pembentukan lumpur empedu (biliary sludge) dalam waktu 3 minggu pasca pemberian TPN.1,4
F. Kehamilan dan paritas
Individu hamil cenderung mengalami batu empedu karena empedu menjadi lebih litogenik selama kehamilan.1,5  Diduga hal ini karena meningkatnya kadar estrogen tubuh. Namun demikian, batu empedu mengalami disolusi spontan pada 20-30% wanita hamil dalam periode pasca partus.1
G. Obat
Berbagai obat dikaitkan dengan resiko perkembangan batu empedu seperti estrogen, clofibrate, ceftriakson, oktreotida dan lain-lain. Wanita yang diterapi dengan estrogen terkonjugat (misalnya dalam terapi penggantian hormon pada menopause) mempunyai 2 kali lipat resiko untuk mengalami batu empedu.1,2 Kontrasepsi oral mengandung komponen estrogen yang turut meningkatkan resiko batu empedu namun kontrasepsi oral baru dengan dosis estrogen yang rendah tidak mempengaruhi resiko batu empedu.1,5
H. Diet dan profil lipid
Individu dengan hipertrigliseridemia dan tingkat kolesterol HDL dalam serum yang rendah cenderung beresiko tinggi untuk mengalami batu empedu.1,4,5 Dari segi diet, belum didapatkan bukti pasti kecuali ada penemuan yang menghubungkan asupan gula pasir dengan batu empedu.1 Diet tinggi kolesterol terbukti merangsang litogenesis empedu pada individu dengan penyakit batu empedu tetapi tidak mempengaruhi resiko perkembangan batu pada individu sehat.1,3
I. Kelainan atau penyakit sistemik
Untuk batu berpigmen, faktor resikonya meliputi kelainan yang menyebabkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugat dalam empedu seperti sindroma hemolitk, disfungsi usus berat (atau bypass) dan kontaminasi bakteri di traktus bilier.1,2 Kelainan sistemik seperti diabetes, penyakit usus (misalnya penyakit Crohn) dan trauma medula spinalis terkait dengan resiko batu empedu yang lebih tinggi.1
J. Faktor genetik
Individu dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami batu empedu.1,2 First degree relative untuk penderita kasus indeks mempunyai resiko 4-5 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami batu empedu.1
Berbagai kelainan kongenital yang berefek menimbulkan gangguan sintesis dan sekresi garam empedu atau menyebabkan peningkatan kolesterol serum dan bilier seperti defek pada reseptor lipoprotein pada sindroma hiperlipidemia turut merupakan faktor resiko terjadinya pembentukan batu empedu.2 Penelitian pada hewan mendukung adanya faktor kerentanan genetik yang berpredisposisi terhadap perkembangan batu empedu khususnya yang terkait dengan gangguan protein pengangkut yang berperan dalam sekresi bilier ke dalam kantung empedu.1,2

Anatomi Sistem Empedu

Makroskopis
Anatomi sistem empedu terdiri atas sistim saluran dan duktus yang berperan dalam pengumpulan dan penyaluran empedu dari parenkima hati sampai sekresi empedu di duodenum. Umumnya, sistem empedu terbagi atas sistem duktus empedu dan kantung empedu (Diagram 1).8,9
I. Sistem duktus empedu
Sistem duktus empedu terdiri atas sistem duktus empedu intrahepatik dan ekstrahepatik. Duktus empedu intrahepatik terbentuk dari drainase struktur kanalikuli empedu hati yang bergabung dan membentuk duktus empedu segmental. Setiap sektor hati didrainase oleh satu duktus segmental utama di mana duktus sektoral anterior dan posterior pada lobus kanan akan bergabung membentuk duktus hepatis kanan sementara duktus segmental medial dan lateral pda lobus kiri bermuara membentuk duktus hepatis kiri.8
Duktus empedu ekstrahepatik berasal dari duktus hepatis dan berujung di stoma duktus empedu communicans di duodenum. Duktus hepatis kiri lebih panjang dibanding yang kanan. Kedua-dua duktus hepatis kanan dan kiri bermuara membentuk duktus hepatis communicans dengan panjang berukuran 3-4 cm. Duktus hepatis communicans kemudian bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus choledochus. Panjang duktus choledochus dianggarkan sekitar 8-11,5 cm dan diameter 6-10 mm. Bagian 1/3 superior duktus choledochus terletak pada ujung bebas omentum minor di sisi kanan arteri hepatis anterior daripada vena portal. Bagian 1/3 tengah duktus melengkung ke arah kanan di belakang segmen pertama duodenum. Bagian 1/3 inferior duktus melengkung ke arah kanan di belakang caput pankreas sebelum bermuara ke dalam duodenum pada ampula hepatopankreatik (ampula Vater). Lazimnya, duktus pankreas turut ikut bermuara  bersama dengan duktus choledochus di ampula Vater.8
II. Kantung empedu
Kantung empedu merupakan struktur berbentuk buah pear yang merupakan divertikulum berujung buntu terikat kepada duktus empedu communicans oleh duktus sistikus. Kantung empedu memiliki kapasitas rata-rata 50 ml (pada orang dewasa) dan terbagi atas 4 bagian anatomis utama yaitu: fundus, corpus, infundibulum dan leher.8,9 Fundus merupakan struktur bulat yang merupakan ujung buntu kantung dan mengandung jaringan otot licin dibanding corpus yang merupakan area cadangan utama yang menyimpan empedu serta mengandung jaringan elastik. Corpus menyempit membentuk leher kantung yang berbentuk corong dan berhubungan dengan duktus sistikus. Leher kantung biasanya melengkung dengan konveksitas yang membentuk dilatasi dikenal sebagai infundibulum kantung atau kantung Hartmann (Hartmann’s pouch).8
Vaskularisasi dan Drainase Limfatik
Vaskularisasi utama berasal dari arteri sistikus yang berasal dari arteri hepatis kanan di belakang duktus sistikus dengan diameter 2 mm  dan bercabang di permukaan peritoneum kantung empedu. Drainase vena terjadi melalui vena-vena kecil yang bermuara ke dalam hati dan vena sistikus yang besar bermuara ke dalam vena portal. Drainase limfatik  terjadi secara langsung dari kantung empedu ke dalam hati menerusi beberapa nodus limfatik di sepanjang permukaan vena portal. Beberapa saluran limfatik pada aspek hepatis kantung empedu berhubungan dengan saluran limfatik intrahepatis. Saluran limfatik lain yang sisa bermuara ke dalam nodus sistikus yang biasanya terletak di atas duktus sistikus. Umumnya, drainase limfatik di bagian atas duktus empedu communicans bermuara ke dalam nodus hepatis pada porta hepatis. Drainase limfatik pada bagian bawah duktus empedu bermuara di nodus hepatik inferior dan nodus pankreatikosplenik superior.9
Inervasi
Kantung empedu dan duktus empedu ekstrahepatis diinervasi oleh cabang dari pleksus hepatik yang berasal dari pleksus celiac.8,9 Bagian retroduodenum duktus empedu communicans dipersarafi oleh cabang pylorik dari nervus vagus yang turut menginervasi otot licin ampula hepatopankreatik.9

Fisiologi Empedu

Pembentukan empedu
Dewasa normal memproduksi sekitar 250-1000ml empedu sehari. Pembentukan empedu merupakan satu proses aktif yang terjadi di hepatosit dan bergantung pada suplai oksigen. Sekresi empedu tergantung kontrol neurogenik, hormonal dan kimiawi. Stimulasi vagus meningkatkan sekresi sementara stimulasi saraf splanknik mengurangi sekresi. Sekresi hormon sekretin dari duodenum akibat rangsangan produk lambung seperti asam lambung, hasil pencernaan lambung (protein dan asam lemak) merangsang sekresi empedu. Transpor asam empedu dari hepatosit ke dalam kanalikuli merupakan satu proses aktif yang menimbulkan gradien osmotik yang turut menfasilitasi difusi air ke dalam kanalikuli.8
Komposisi empedu
Komposisi utama empedu terdiri atas air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid dan pigmen empedu. Empedu mempunyai kandungan natrium, kalium, kalsium dan klorida yang sama dengan plasma. pH empedu biasanya netral atau sedikit alkali.  Kandungan lipid utama terdiri atas kolesterol dan fosfolipid. Sintesis kolesterol dan fosfolipid dikawal oleh kadar asam empedu di mana asam empedu menghambat proses sintesis komponen lipid tersebut. Asam empedu utama merupakan asam deoksikolat dan asam kolat yang disintesis dari kolesterol dalam hati. Asam empedu biasanya terkonjugasi dengan taurin dan glisin serta berperan sebagai anion yang diseimbangkan oleh natrium. Konsentrasi garam empedu dianggarkan sekitar 10-20 mEq/L. Warna empedu tersekresi terkait dengan pigmen bilirubin diglukuronida yang merupakan produk metabolik hemoglobin dan berada pada konsentrasi 100 kali lipat lebih tinggi dibanding kadar dalam plasma darah.8
Sekresi empedu
Sekresi empedu ke dalam duodenum melibatkan kontraksi terkoordinir kantung empedu dan relaksasi sfingter Oddi. Walaupun kontraksi kantung empedu bersifat ritmik sekitar 2-6 kali per menit namun terdapat aliran empedu ke dalam duodenum merupakan proses yang terjadi secara kontinyu. Evakuasi kantung empedu merupakan respon terhadap ingesti makanan dan sekresi kolesistokinin (CCK) duodenum. Nervus vagus menstimulasi kontraksi empedu sementara nervus splanknik menghambat kontraksi tersebut.8
Empedu yang tersekresi ke dalam duodenum, hampir 80% kandungan garam empedu akan terabsorpsi di ileum terminal sementara sisanya mengalami dekonjugasi oleh aktivitas bakteri dan diabsorpsi di kolon. Di akhir proses absorpsi, hampir 95% garam empedu terabsorpsi dan kembali ke dalam hati menerusi sistem vena portal. Sisa 5% akan terekskresi dalam tinja. Fenomena ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatik garam empedu dan merupakan mekanisme umpan balik negatif sintesis garam empedu di hati.8

Klasifikasi Batu Empedu

Bahan dasar utama yang membentuk batu empedu terdiri atas kolesterol, pigmen empedu dan kalsium. Komponen lain yang turut dapat ditemukan pada batu termasuk besi, fosforus, karbonat, protein, karbohidrat, mukus dan debris selular.8
Secara umum, batu empedu dikategori bedasarkan komposisi yang dikandung kepada dua kelompok utama :1,2,3,4,5,6,8
1.      Batu kolesterol yang terbagi atas batu kolesterol murni dan batu kolesterol campuran.
2.      Batu berpigmen yang terbagi atas batu berpigmen hitam dan batu berpigmen coklat.
1. Batu Kolesterol
Batu kolesterol merupakan batu empedu yang paling umum, yaitu sekitar 70-90% dari semua kasus batu empedu.1,5,6 Batu kolesterol merupakan tipe batu yang hanya mengandung kolesterol atau dengan kolesterol sebagai komponen utamanya. Batu kolesterol murni lazimnya besar, cenderung soliter, berbentuk oval atau bulat dengan permukaan kasar bernodular dan tampak kuning keputihan.1,2,7,8 Pada pemeriksaan mikroskopik, batu kolesterol murni tampak terdiri atas banyak kristal kolesterol monohidrat terikat oleh matriks glikoprotein musin dengan teras berwarna hitam yang terdiri atas kompleks garam kalsium-bilirubin tak terkonjugat.1
Batu kolesterol campuran merupakan tipe batu yang mengandung >50% kolesterol dan lebih sering ditemukan dibanding batu kolesterol murni. Batu kolesterol campuran cenderung lebih kecil dibanding batu kolesterol dan lazimnya bersifat multiple.1,2

2. Batu Berpigmen
10-25% kasus batu empedu di Amerika terdiri atas batu berpigmen. Di benua Asia, angka kejadian batu berpigmen lebih tinggi dibanding Amerika mengingat batu berpigmen cenderung ditemukan di luar populasi negara barat. Bahan dasar pigmen yang didapatkan pada batu berpigmen merupakan hasil daripada presipitasi bilirubin.1
2.1 Batu berpigmen hitam
Batu berpigmen hitam dapat berupa garam kalsium bilirubinat murni atau kompleks yang mirip polimer berupa campuran kalsium dan kuprum dengan glikoprotein musin yang banyak.1 Biasanya batu tidak berada dalam komposisi kristal yang reguler dan tampak licin berkilat.1,8 Batu bepigmen hitam sering ditemukan dalam kantung empedu steril terutamanya pada penderita sirosis atau keadaan hemolitik kronis.1,2,8
Batu berpigmen hitam terbentuk di kantung empedu akibat produksi berlebihan bilirubin tak terkonjugat yang selanjutnya termendak sebagai kalsium bilirubinat menjadi batu.1,8 Oleh demikian, batu berpigmen hitam biasanya terkait dengan keadaan hemolitik kronis (seperti thalasemia-beta, sferositosis herediter, hemoglobinopati sel sabit), sirosis dan pankreatitis.1,4,8 Pada pasien sirosis, semakin lanjut stadium penyakitnya, maka semakin tinggi resiko kejadian batu berpigmen hitam.1
2.2 Batu berpigmen coklat

Batu berpigmen coklat terdiri atas kompleks garam kalsium-bilirubin tak terkonjugat bercampur dengan kolesterol dan protein.1 Batu tipe ini cenderung terkait dengan infeksi traktus bilier (penyebab batu primer dan sekunder intra dan ekstrahepatik),1,2 hingga lebih cenderung didapatkan pada daerah dengan prevalensi infeksi bilier yang tinggi.1 Hampir semua kasus batu berpigmen coklat terkait dengan kolonisasi organisme enterik pada empedu dengan kejadian kolangitis asendens.1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar